STRATEGI PERENCANAAN DAN PEMILIHAN ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
a. Strategi Perencanaan dan Pemilihan ERP
ERP
merupakan software yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu
perusahaan
ke dalam
satu sistem komputer yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan, baik dari
departemen
penjualan, HRD, produksi atau keuangan.
c.Perencanaan Strategi jangka panjang perusahaan dengan pemanfaatan
ERP
Mekanisme Pengambilan Keputusan
· Fase awal
implementasi sistem ERP adalah melakukan evaluasi dan seleksi paket ERP.
· Proses
pengambilan keputusan dalam memilih paket ERP meliputi prosedur standar, yaitu
perhitungan
investasi, resiko biaya dsb.
· Pada
kenyataanya banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan dan keputusan
ditentukan
kesepakatan
para manager.
· Pertimbangan
ini sering bersifat Intangible dan keputusan ditentukan berdasarkan
kesepakatan
bersama para manajer.
Kerangka kerja proses pengambilan keputusan meliputi tahapan berikut :
1)
Identifikasi dan perumusan masalah, dimulai dengan membuat pernyataan masalah
dan
sasaran
yang ingin dicapai.
2)
Koleksi informasi, mengumpulkan informasi yang berhubungan masalah. Informasi
ini dapat
digunakan
untuk memperbaiki perumusan.
3)
Mendifinisikan alternatif, pada fase ini semua alternatif solusi yang relevan
didefinisikan.
4)
Evaluasi dan perbandingan alternatif, melakukan analisis dan perbandingan
setiap alternatif
solusi.
5)
Memilih salah satu solusi.
6)
Implementasi solusi yang sudah dipilih.
7)
Mengevaluasi implementasi solusi, dengan membandingkan terhadap masalah yang
ingin
selesai.
· Dalam kaitanya dengan ERP, proses pengambilan keputusan
dapat dikelompokkan
dalam
aspek teknis dan organisasional.
· Aspek teknis menyangkut pemilihan dan perbandingan semua
hardware dan software.
· Aspek organisasional menyangkut semua perubahan yang
terjadi pada organisasi.
Fasefase
Implementasi Sistem ERP
· Fase inisiasi :
o dapat
dimulai dari adanya tawaran vendor, pergerakan dari kompetitor, pergerakan
industri,
peningkatan kualitas proyek, dan atau pemanfaatan anggaran TI dengan
lebih
baik.
· Fase evaluasi :
o evaluasi
proses bisnis, analisis kebutuhan, pencarian vendor yang potensial, evaluasi
berbagai
produk yang berbeda.
o Proses
evaluasi dapat berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama.
· Fase Selection,
o dalam
beberapa kasus manajemen harus memperhati kan berbagai kriteria seleksi
secara
simultan. Setelah persetujuan ditandatangani maka project dapat dimulai.
· Fase Modification :
modifikasi system ERP sesuai kebutuhan organisasi.
o Pada
beberapa literatur tingkat kustomisasi tergantung pada ukuran organisasi.
o Proses
modifikasi dapat dijalankan dengan dua cara :
o Pertama
modifikasi yang terjadi dalam rangkaian proses analisiskonfigurasi dan pengujian
hingga didapatkan hasil yang diinginkan.
o Kedua
modifikasi dengan menentukan status target tertentu dan kemudian menetapkan
pengukuran tas pencapaian target tersebut.
o Diakhir fase modifikasi dilakukan tahapan
pelatihan bagi para pengguna.
· Fase GoLive:
o sistem dijalankan secara penuh yang
terdiri dari beberapa aktivitas sebagai factor penentu keberhasilan ERP.
o Tahapan ini meliputi garansi, periode
pemeliharaan, deteksi kegagalan dan kesalahan.
· Fase
Terminating :
o setelah semua berjalan lancar konsumen
akan melunasi pembayaran (sesuai kontrak) dan dilakukan tahapan penyelesaian
(terminating).
o Pada tahap ini biasanya perusahaan
mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman selama implementasi.
o Tim proyek dibubarkan dan orangorangnya dikembalikan
seperti semula.
· Fase
Eksploitasi dan Pengembangan :
perusahaan akan memotivasi karyawanya untuk
menggunakan
sistem dan meningkatkan kualitas pemanfaatan sistem tersebut.
· Diantara
tahapan diatas terdapat dua tahapan antara, yaitu :
· Business
Process Rengineering (BPR)
· Konversi
Data.
· Pendekatan
dalam pengembangan dan implementasi ERP adalah bigbang
(langsung
dan
menyeluruh) dan incremental (bertahap dalam beberapa sub proyek).
Metode Pengembangan Sistem ERP
Membangun Sendiri (Inhouse)
· Paling
sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
· Lebih
sulit, mahal, dan lebih lama.
Membangun sendiri dengan tambahan dari vendor.
· Menggabungkan
manfaat komersil dengan kebutuhan perusahaan.
· Lebih
sulit, mahal, dan lebih lama.
Bestofbread
(kombinasi dari berbagai tawaran vendor)
· Secara
teoritis akan menghasilkan sistem terbaik
· Sulit
menggabungkan antar modul, lama, tidak efisien
Modifikasi Sistem dari vendor
· Menjaga
fleksibilitas dan memanfaatkan pengalaman vendor.
· Lebih Lama
dan lebih murah
Faktor
Penentu Keberhasilan Sistem ERP
· Pemahaman yang jelas atas sasaran strategis
· Komitmen dari seluruh jajaran manajemen
· Manajemen proyek implementasi yang baik
· Tim implementasi yang baik
· Dapat mengatasi isuisu
teknik
· Rekayasa ulang proses bisnis
· Komitmen organisasi untuk berubah
· Pendidikan dan pelatihan yang intensif
· Data yang akurat
· Sosialisasi dan komunikasi yang intensif
· Pengukuran kinerja yang jelas fokusnya
· Dapat mengatasi isu multisite
Pendekatan
Umum Implementasi ERP
· Penggunaan satu paket software yang utuh (Vendor tunggal)
· Kombinasi dari beberapa paket software (berbagai vendor,
best of breed)
· Kostumissi atau membuat sendiri paket software ERP
Tahapan
Implementsi ERP
· Membangun organisasi proyek
· Menentukan pendekatan implementasi
· Membangun rencana implementasi
· Menentukan kriteria keberhasilan dan metode pengukurannya
Ada 4 pekerjaan CEO yang membedakannya dengan
posisi lain di organisasi.
Pertama, merumuskan pihak pihak luar yang
benar benar berarti bagi organisasi alias ‘the
meaningful outside’.
Kedua, memutuskan mana bidang yang akan
digeluti dan mana yang tidak. Tidak semudah
yang dibayangkan, banyak CEO yang tidak mampu
fokus dan serakah menginginkan terlalu
banyak bidang.
Ketiga, kemampuan menyeimbangkan kepentingan
saat ini dan masa depan. Dengan cara
menetapkan target pertumbuhan yang realistis
namun mantab.
Keempat, mempertajam nilai nilai dan standar
standar perusahaan. Nilai nilai perusahaan
merupakan cerminan identitas kolektif perusahaan.
Jika ingin sukses, maka nilai nilai
perusahaannya haruslah terhubungkan dengan
‘meaningful outside’ serta relevan untuk
saat ini dan masa mendatang. Sementara
standar perusahaan merupakan harapan yang
ditetapkan organisasi. Dalam sejarahnya,
P&G merumuskan ‘trust’ (kepercayaan) sebagai
nilai perusahaan.
Di dalam buku “Information Systems Management in
Practice”, Ralph Sprague beserta
rekannya Barbara McNurlin menjabarkan bahwa setidaknya
ada lima fungsi utama CIO di
sebuah perusahaan (Sprague et.al., 1993), yaitu:
· Memahami
Bisnis; tugas pertama dan utama yang merupakan tanggung jawab eksekutif
lain dalam jajaran direksi adalah mempelajari dan
memahami secara menyeluruh dan
mendetail bisnis yang digeluti perusahaan.
· Membangun
Citra Divisi; tugas kedua yang menjadi tanggung jawab seorang CIO adalah
membangun kredibitilitas direktorat sistem informasi yang
dipimpinnya. Hal ini sangat
penting mengingat banyak sekali karyawan yang menilai
bahwa penggunaan sistem
informasi secara strategis merupakan ciri perusahaan di
masa mendatang, bukan saat ini
· Meningkatkan
Mutu Penggunaan Teknologi; melihat bahwa keberadaan teknologi informasi
ditujukan untuk meningkatkan kualitas kinerja SDM
(employees empowerment), seorang
CIO memiliki tugas untuk memasyarakatkan teknologi
informasi agar dipergunakan secara
aktif untuk para karyawan perusahaan.Selain pemberian
programprogram
pelatihan
(training) yang bersifat edukatif, diperlukan suatu
strategi untuk membuat karyawan tertarik
belajar lebih jauh dan memanfaatkan teknologi informasi
yang ada.
· Mencanangkan
Visi Teknologi Informasi; tugas selanjutnya bagi seorang CIO adalah untuk
menentukan visi perusahaan melalui pemanfaatan sistem
informasi di masa
mendatang.Seorang eksekutif senior yang baik, adalah yang
selalu bersifat proaktif.
· Pengembangan
Sistem Informasi; misi terakhir dari seorang CIO tentu saja membuat
semua hal yang ada di atas menjadi nyata, yaitu
merencanakan dan mengembangkan
arsitektur sistem informasi perusahaan, yang terdiri dari
komponenkomponen
seperti
software, hardware, brainware, proses dan prosedur,
infrastruktur, standard, dan lain
sebagainya. Secara berkesinambungan, seorang CIO harus
dapat meutilisasikan
sistem
informasi yang dimiliki perusahaan saat ini secara
optimum, sejalan dengan rencana
pengembangannya di masa mendatang.
Ada beberapa key success factor dalam implementasi ERP
yaitu :
1. Pemilihan ERP yang tepat
Perusahaan yang akan menggunakan ERP harus memperhatikan
beberapa factor
seperti kompleksitas business process, SDM yang ada (end
user dan IT), prosedur dan
bisnis proses perusahaan
2. Komitmen dari semua bagian organisasi terutama CEO
Proses implementasi ERP harus didukung dari manajemen
atas karena melibatkan
perubahan besar dalam perusahaan ( Prosedur, cara kerja,
cara berpikir ). Peran CEO
dibutuhkan terutama untuk meminimalkan resistensi dari
end user. Tanpa komitmen dari
CEO maka implementasi akan gagal.
3. Kesesuaian antara sistem dengan strategi perusahaan
Hal ini terutama untuk mengantisipasi perubahan yang
mungkin terjadi baik dalam level
makro maupun mikro
4. Competency dari implementer
5. Change Management yang komprehensif dan tepat
Keuntungan dan Kekurangan ERP
Teknologi yang digunakan oleh ERP pada saat ini tergolong
dalam teknologi moderen, sistem
ERP tetap memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut
kelebihan dan kekurangan dari ERP:
Kelebihanya yang didapat dengan menarapkan ERP pada
perusahaan antara lain:
1. Integrasi data keuangan
Oleh karena semua data disimpan secara terpusat, maka
para eksekutif perusahaan
memperoleh data yang uptodate
dan dapat mengatur keuangan perusahaan dengan
lebih baik.
2. Standarisasi Proses Operasi
ERP menerapkan sistem yang standar, dimana semua divisi
akan menggunakan sistem
dengan cara yang sama. Dengan demikian, operasional
perusahaan akan berjalan
dengan lebih efisien dan efektif.
3. Standarisasi Data dan Informasi
Database terpusat yang diterapkan pada ERP, membentuk
data yang standar, sehingga
informasi dapat diperoleh dengan mudah dan fleksibel
untuk semua divisi yang ada
dalam perusahaan.
Kerugian yang mungkin terjadi ketika salah menerapkan ERP
antara lain adalah:
· Strategi operasi tidak sejalan dengan
business process design dan pengembangannya
· Waktu dan biaya implementasi yang
melebihi anggaran
· Karyawan tidak siap untuk menerima dan
beroperasi dengan sistem yang baru
· Persiapan implementation tidak
dilakukan dengan baik
· Berkurangnya fleksibilitas sistem
setelah menerapkan ERP
Beberapa isu penting yang kadang terlewat dipikirkan para
CEO tertulis dalam artikel berikut.
1. Solution vs Enabler. Software SCM, ERP, CRM bukanlah
software biasa. Bila di masa lalu
software adalah solusi. Di masa kini, peran tersebut
harus dibedakan dengan enabler.
Sebagai solusi, artinya software dibuat hanya untuk
menjawab kebutuhan aplikasi
otomatisasi perusahaan. Misalnya: dulu COBOL atau RPG
dipakai untuk payroll.
Sedangkan enabler membutuhkan komponenkomponen
lain yang harus mendukung TI
untuk mencapai sukses. Komponen terpenting di sini adalah
proses bisnis yang baik dan
terdefinisi rapi serta komitmen semua lini terkait.
Banyak CEO kurang paham mengenai hal
ini dan menganggap bahwa nilai investasi yang besar untuk
membeli softwaresoftware
tersebut telah merupakan jaminan sukses software tersebut
diiimplementasikan. CEO dan
fungsional organisasi ratarata
kurang peduli dan menganggap cukup bagian TI sajalah
yang harus sepenuhnya bertanggung jawab atas projek ini.
ERP bukanlah software biasa. Di dalamnya telah terdapat
banyak proses bisnis builtin.
Untuk meningkatkan proses bisnis supaya menjadi lebih
baik, dibutuhkan koordinasi antara
staf TI dan bagianbagian
terkait. Di sinilah dibutuhkan bantuan penuh peran
manajemen
masingmasing
unit bisnis diperlukan untuk dapat mengevaluasi serta
merancang ulang.
SCM adalah business discipline – bukan software,
sasarannya adalah untuk meningkatkan
kualitas bahan baku/mentah dalam menciptakan produk
perusahaan sembari
meminimalkan biaya penangannya. SCM membutuhkan proses
manufaktur dan distribusi
yang kompleks, serta jaringan terhadap suplier kita,
supliernya suplier, serta perusahaan
pengiriman dan distribusi.
CRM merupakan suatu core business strategy untuk memanage
relasi dengan pelanggan
sebagai aset berharga perusahaan. CRM melibatkan
personalized marketing and service,
mass customization, dan staf yang “cerdas” untuk
mengoperasikan sistem supaya dapat
tetap memelihara hubungan baik antara pelanggan dan
perusahaan.
Kesalahan persepsi ini menyebabkan banyak hal, fungsional
organisasi membantu secara
nonkomital, bagian TI yang kurang tahu proses bisnis
menjadi bingung dan projek
terlambat, perusahaan dan departemen TI sangat fokus
mendewakan investasi TInya
yang
mahal dan menganggap semuanya akan beres, serta
requirement definition yang tidak
tuntas sehingga proses bisnis tidak teranalisis rapi.
Ujungujungnya
membuat implementasi
yang tidak optimal maupun gagal.
2. Digital Divide di Top Management. CEO harus memberikan
komitmen untuk menganggap TI
sebagai aset strategis karena peran TI tidak sama seperti
masa sebelumnya yang
cenderung memanfaatkan TI hanya sebagai fasilitas
pelaporan dan penyimpan data saja.
Komitmen ini harus dibuktikan dengan mencari seorang CIO
yang kualifaid dan CEO harus
lebih sering berkomunikasi dengan CIO mengenai strategi
TInya.
Jarak antara CIO dan
CEOpun
sebaiknya maksimal dua dan CIO merupakan “top liutenant”
serta termasuk
dalam “board of directors” dalam perusahaan tersebut.
Kerjasama CEOCIO
yang ideal
sangatlah penting. Hal ini mengingat TI telah dipandang
sebagai fungsi strategis
perusahaan yang dapat menaikkan competitive advantage
seluruh fungsi lain, maupun core
bisnis perusahaan itu sendiri. Solusi bisnis dengan
menggunakan TI harus dipandang suatu
solusi yang terintegrasi. TI tidak boleh dianggap hanya
suatu tambahan yang opsional. CIO
harus mampu menjelaskan implikasiimplikasi
dan risiko bisnis terjelek yang mungkin
muncul dari investasi TI yang sangat besar. Perlu pula
dipahami oleh seorang CEO bahwa
TI berkembang sangat cepat, sesuai Hukum Gordon Moore
founder
Intel –bahwa
kecepatan prosesor minimal berlipat dua setiap 18 bulan.
Resiko ini menyebabkan investasi
komputer akan membuahkan mikroprosesor baru yang selalu
muncul cheaper,
better,
faster – setiap saat dan membuat investasi komputer
menjadi obsolete dan hanya berusia 2
tahun dalam depresiasi keuangan perusahaan.
3. OneSizeFitsAll
is Impossible. CEO juga harus belajar mengerti bahwa
setiap software
yang dibeli (investasi TI) –berapapun
harganya –tidak
akan secara serta merta dapat
menyelesaikan dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan
serta proses bisnisnya. Dengan
adanya fenomena ini maka software tersebut harus
dicustomize sesuai kebutuhan,
disempurnakan, digabungkan dengan software lain, bahkan
kadang harus membeli
software lain supaya dapat saling berinteraksi dan
bermanfaat, sehingga investasi menjadi
bertambah mahal sedangkan fungsinya belum tentu 100%
sesuai yang diinginkan.
Teknologi terbaru tidak selalu cocok dipakai dan
bermanfaat tinggi. BCA misalnya, hingga
saat ini masih cukup memakai sistem operasi DOS dan tidak
perlu memakai aplikasi bersifat
grafis (GUI) yang justru akan merepotkan dan mubazir.
4. Hindari Shelfware.
CEO juga harus mengetahui bahwa nature dari industri TI
adalah
software yang “egois”, dikembangkan tidak berdasarkan
kebutuhan bisnis seutuhnya. Justru
sebaliknya, bisnislah yang justru harus menyesuaikan
dengan TI. Bahkan software kadang
telah terlanjur dibeli tetapi akhirnya tidak digunakan
dan menjadi “shelfware”,
karena hanya
disimpan di “shelf” dan tidak digunakan lagi. Saat ini
Microsoft sedang mengembangkan
solusi untuk UKM yang lebih “manusiawi”. Dengan solusi
ini maka perusahaan akan lebih
mudah beradaptasi dengan software yang dibelinya karena
software yang dijual bersifat
generik, tetapi sangat mudah menyesuaikan diri dengan
kebutuhan proses bisnis
perusahaan.
5. “Different Impact for Different Companies”. CEO harus
pula mengerti bahwa dampak yang
diberikan investasi TI, tidak akan sama manfaat dan
hasilnya bagi tiap perusahaan. Content
management software untuk portal yang telah berhasil dan
banyak dipakai di perusahaan
lain, belum tentu cocok dan berkinerja bagus bila
dipaksakan untuk diterapkan bagi portal
kita. Software SCM, ERP ataupun CRM yang dipakai
perusahaan Fortune 500 tidak akan
bisa diterapkan langsung di perusahaan kita.
Akibat dari pembelian software yang dipaksakan, maka
perusahaan kadang sibuk untuk
memadukan (mengintegrasikan) komponenkomponen
softwarenya supaya dapat saling
berinteraksi. Usaha ini dipandang tidak masuk akal oleh
sementara pakar TI. Belajar dari
falsafah kran air panas misalnya, integrasi dilakukan di
“last mile” ke pemakai air, bukan di
bak penampung air ataupun lokasi lainnya.
6. The CIO Factor. Pemilihan CIO yang baik harus mempertimbangkan
sisi kemampuan yang
mumpuni. Tidak hanya mengerti skill teknis TI saja,
tetapi harus menguasai manajemen TI
dan manajemen bisnis secara umum yang mencakup banyak
segi seperti masalah BPR
(business process reengineering), sourcing, value creation
dengan strategi TI, perhitungan
finansial, unique content and product development, human
resource manager yang baik
supaya staf TInya
kerasan, sampai kepada integrated marketing communication
melalui
multichannel media. Tak banyak CIO dengan spesialisasi
ganda: manajemen umum dan
manajemen TI. CIO berperan sebagai liaison sekaligus
change agent, change driver
maupun change surpriser dalam perusahaan melalui
inovasiinovasi
produk dalam
kaitannya untuk peraihan keunggulan kompetitif. Yang
sering dilupakan CEO adalah:
mereka mencari CIO sebagai “senior technical manager”,
padahal CIO yang baik adalah
justru seorang “senior business manager”.
7. Unchanged Corporate Culture. Perubahan TI harus
diikuti dengan perubahan cara pikir dan
cara kerja perusahaan. CEO harus memperhatikan manajemen
perubahan. Perubahan dengan
menerapkan otomatisasi CRM misalnya, bukan lalu berarti
memperingan pekerjaan para
customer relation officer, justru para staf tersebut
harus semakin aware dengan menggunakan
tools yang baru, misalnya membalas email
pelanggan secepatnya. Yang sering terjadi adalah
cara kerja masih bergaya lama, tetapi yang menjadi
pembeda hanyalah penggunaan TI saja.
Seringkali yang terjadi adalah CEO lupa memantau
pelaksanaan keseluruhan perubahan.
Jangan dilupakan bahwa moments of truth pelanggan
bukanlah sehebat apapun teknologi yang
diterapkan, tetapi justru faktorfaktor
“non TI” seperti kecepatan respon, efektivitas informasi,
keramahan, yang masih menjadi concern utama pelanggan. Di
sini peran change management
sangatlah penting, misalnya untuk kasus di atas adalah
struktur organisasi yang harus pula
berubah manjadi “flat” untuk mengurangi birokrasi ataupun
empowerment untuk customer
relation officer. Kalau email
yang diterima harus melewati beberapa level staf dan
supervisor
sehingga makan banyak waktu, lalu apa gunanya menggunakan
teknologi email
yang sifatnya
onetoone
dan direct?
Contoh lain adalah etailers
besar yang tutup beberapa bulan lalu. Setiap kali ada
pemesanan
barangbarang
kecil yang variannya banyak semacam mi instan, seringkali
antara yang dipesan
dan dikirim ada perbedaan. Ketelitian adalah salah satu
budaya kerja yang harus diperhatikan,
urgensinya tidak akan pernah berkurang dan tidak dapat
dimaklumi walaupun sudah
menggunakan “e”. Jangan lupa bahwa “ebisnis”
pada dasarnya adalah tetap “bisnis” belaka,
“e” hanya dipakai untuk menghantarkan informasi.
8. Scorecard and Measurement. Seperti bisnis konvensional
lainnya, seorang CEO harus
mampu memuaskan seluruh stakeholders dan shareholders perusahaan.
Bagaimana caranya?
Belajar dari Amazon yang sukses, Jeff Bezos beberapa
waktu lalu saat diwawancarai CNBC
mengungkapkan bahwa Amazon sangat customeroriented
dalam bisnis modelnya maupun
fiturfitur
yang dibuatnya. Dalam mendefinisikan bisnis model, indeks
kinerja harus diatur secara
transparan, misalnya dengan menerapkan IT Balanced
Scorecard. Salah satu hal penting yang
harus dijawab CEO saat memulai bisnis TI adalah: Apakah
TI akan menaikkan profit
perusahaan? Berapa kali lebih banyak dan bagaimana
caranya?
best practice adalah
suatu proses yang mana dikenal sebagai yang terbaik di bidangnya baik dari sisi
fungsi atau dalam industry terkait.
Benchmarking
didefinisikan sebagai proses yang digunakan perusahaan untuk mengukur
kinerjanya relatif terhadap kinerja perusahaan terbaik dalam industrinya,
menentukan bagaimana mereka mencapai kinerja tersebut, dan menggunakan
informasi ini untuk meningkatkan kinerjanya.
Adapun keuntungan pendekatan secara big bang meliputi :
a. No need for temporary interfaces
Secara umum pendekatan implementasi ini menggantikan
system lama secara langsung
karena proses pergantian system lama ini dilakukan
bersamaan maka tidak dibutuhkan
interface yang bersifat sementara.
b. Limited need to maintain and revise legacy software
Karena pendekatan ini secara langsung mengganti system
lama, maka hanya sedikit waktu
yang dibutuhkan untuk menjaga system lama, ataupun
mengubah system lama.
Keuntungan lain yang diperoleh adalah sumber daya yang
ada difokuskan untuk menguji
system baru.
c. Lower risks
Pendekatan implementasi ini lebih melibatkan semua team
proyek untuk berpartisipasi
secara langsung dan bersamaan. Tingkat resiko untuk
kehilangan tenaga terlatih sebelum
penyelesaian proyek ERP dilakukan lebih rendah dengan
pendekatan big bang ini.
Partisipasi dari semua anggota team harus tetap terlibat
sampai di akhir proyek.
d. Functionality linkage
Fungsifungsi
yang ada didalam ERP dan yang dibutuhkan untuk
diimplementasi dapat
dilengkapi dengan lebih cepat, sehingga para pemakai
system ERP membutuhkan waktu
yang lebih sedikit didalam memahami dan melihat fungsi
integrasi antar modul.
e. No going back
Pendekatan ini tidak memberikan kemungkinan untuk kembali
ke system lama, konsekuensi
yang terjadi perusahaan harus menggunakan system ERP yang
baru walaupun kondisi dari
hasil implementasi tidak memuaskan para pemakai. Hal ini
juga memberikan suatu
dukungan dan komitmen untuk menggunakan system ERP baru.
f. Shorter implementation time
Salah satu alasan utama dari kegagalan proyek ERP adalah
waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek terlalu lama.
Selain dari sisi keuntungan dari pendekatan big bang,
terdapat pula sisi kelemaban dari
pendekatan ini. Beberapa kelemahan itu meliputi :
a. Jumlah sumber daya dari tenaga kerja yang dibutuhkan
besar.
b. Sedikit sumber daya yang tersisa untuk modul tertentu
c. Resiko dari kegagalan total system ERP lebih tinggi
d. Tidak dapat secara langsung kembali ke system lama
e. Tim teknis dari TI memiliki kesempatan yang lebih
sedikit didalam mendapatkan alih
teknologi dari para konsultan ERP
f. Pimpinan proyek tidak dapat menunjukkan hasil kinerja
dari system ERP sampai semua
modul terimplementasi
g. Waktu antara proses pengembangan dan implementasi
menjadi lebih lama
Berikut ini adalah keuntungan dari pendekatan
per fase (phased) :
a. Peak resource requirements are less than
with big bang
Pendekatan ini membutuhkan sumber daya yang
berfokus pada modul tertentu secara
intensif. Hal ini memberikan keuntungan pada
organisasi yang mempunyai sumber daya
yang terbatas.
b. More resources can be devoted to a
particular module
Pendekatan ini secara intensif dan terfokus
di setiap tahapan implementasi, yang dimulai
dair tahap perancangan, pengembangan dan
pengujian modul ERP.
c. Lower risks
Pendekatan ini memiliki tingkat resiko lebih rendah, hal
ini dikarenakan proses kesalahan
ataupun kegagalan dari modul didalam system ERP baru
dievaluasi satu per satu.
d. Legacy system fallback
Pendekatan ini memungkinkan untuk kembali ke system lama,
apabila pada saat instalasi
system ERP baru terjadi kegagalan. Pendekatan per fase
ini lebih bersifat konservatif dan
memberikan alternative, sedangkan implementasi secara big
bang tidak memberikan
alternative sama sekali.
e. Personnel gain knowledge in each phase
Pendekatan implementasi ini memungkinkan proses alih
teknologi dari para konsultan ERP
ke tim internal lebih intensif, berkualitas dan terencana
dengan baik.
f. Project managers can demonstrate a working system
Pendekatan ini memungkinkan pimpinan proyek untuk
menunjukkan keberhasilan
implementasi modul per modul didalam system ERP kepada
pihak manajemen. Hal ini
memberikan peluang untuk melakukan implementasi atas
modul yang termudah dahulu.
g. Time between development and use is reduced
Pedekatan ini memberikan percepatan waktu antara proses
pengembangan dan
implementasi, sehingga waktu yang dibutuhkan dan resiko
dari kegagalan proyek
implementasi per modul dari ERP menjadi lebih kecil.
Selain sisi kelebihan ini, terdapat kekurangan dari
implementasi per fase yaitu :
a. Interface yag bersifat sementara digunakan dalam
jumlah besar
b. Revisi dan pemeliharaan system lama masih dibutuhkan
c. Tingkat resiko yang tinggi dari anggota team yang
tidak terlibat dan tidak terkoordinasi
d. Tingkat resiko yang tinggi dari anggota team yang
keluar atau berganti
e. Operasional dari system lama memberikan peluang untuk
menghambat system ERP baru
berjalan
f. Waktu lebih lama dibutuhkan untuk menjalankan semua
modul didalam system ERP
g. Total biaya keseluruhan dari implementasi lebih tinggi
No comments:
Post a Comment
Tulislah komentar yang bermartabat tanpa ada kata-kata kasar atau berbau sara