Thursday, January 10, 2013

Bahan Final ERP


STRATEGI PERENCANAAN DAN PEMILIHAN ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
a. Strategi Perencanaan dan Pemilihan ERP
ERP merupakan software yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu perusahaan
ke dalam satu sistem komputer yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan, baik dari
departemen penjualan, HRD, produksi atau keuangan.

c.Perencanaan Strategi jangka panjang perusahaan dengan pemanfaatan ERP
Mekanisme Pengambilan Keputusan
· Fase awal implementasi sistem ERP adalah melakukan evaluasi dan seleksi paket ERP.
· Proses pengambilan keputusan dalam memilih paket ERP meliputi prosedur standar, yaitu
perhitungan investasi, resiko biaya dsb.
· Pada kenyataanya banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan dan keputusan ditentukan
kesepakatan para manager.
· Pertimbangan ini sering bersifat Intangible dan keputusan ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama para manajer.

Kerangka kerja proses pengambilan keputusan meliputi tahapan berikut :
1) Identifikasi dan perumusan masalah, dimulai dengan membuat pernyataan masalah dan
sasaran yang ingin dicapai.
2) Koleksi informasi, mengumpulkan informasi yang berhubungan masalah. Informasi ini dapat
digunakan untuk memperbaiki perumusan.
3) Mendifinisikan alternatif, pada fase ini semua alternatif solusi yang relevan didefinisikan.
4) Evaluasi dan perbandingan alternatif, melakukan analisis dan perbandingan setiap alternatif
solusi.
5) Memilih salah satu solusi.
6) Implementasi solusi yang sudah dipilih.
7) Mengevaluasi implementasi solusi, dengan membandingkan terhadap masalah yang ingin
selesai.
· Dalam kaitanya dengan ERP, proses pengambilan keputusan dapat dikelompokkan
dalam aspek teknis dan organisasional.
· Aspek teknis menyangkut pemilihan dan perbandingan semua hardware dan software.
· Aspek organisasional menyangkut semua perubahan yang terjadi pada organisasi.

Fasefase Implementasi Sistem ERP
· Fase inisiasi :
o dapat dimulai dari adanya tawaran vendor, pergerakan dari kompetitor, pergerakan
industri, peningkatan kualitas proyek, dan atau pemanfaatan anggaran TI dengan
lebih baik.
· Fase evaluasi :
o evaluasi proses bisnis, analisis kebutuhan, pencarian vendor yang potensial, evaluasi
berbagai produk yang berbeda.
o Proses evaluasi dapat berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama.
· Fase Selection,
o dalam beberapa kasus manajemen harus memperhati kan berbagai kriteria seleksi
secara simultan. Setelah persetujuan ditandatangani maka project dapat dimulai.
· Fase Modification : modifikasi system ERP sesuai kebutuhan organisasi.
o Pada beberapa literatur tingkat kustomisasi tergantung pada ukuran organisasi.
o Proses modifikasi dapat dijalankan dengan dua cara :
o Pertama modifikasi yang terjadi dalam rangkaian proses analisiskonfigurasi dan pengujian hingga didapatkan hasil yang diinginkan.
o Kedua modifikasi dengan menentukan status target tertentu dan kemudian menetapkan pengukuran tas pencapaian target tersebut.
o Diakhir fase modifikasi dilakukan tahapan pelatihan bagi para pengguna.
· Fase GoLive:
o sistem dijalankan secara penuh yang terdiri dari beberapa aktivitas sebagai factor penentu keberhasilan ERP.
o Tahapan ini meliputi garansi, periode pemeliharaan, deteksi kegagalan dan kesalahan.
· Fase Terminating :
o setelah semua berjalan lancar konsumen akan melunasi pembayaran (sesuai kontrak) dan dilakukan tahapan penyelesaian (terminating).
o Pada tahap ini biasanya perusahaan mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman selama implementasi.
o Tim proyek dibubarkan dan orangorangnya dikembalikan seperti semula.
· Fase Eksploitasi dan Pengembangan : perusahaan akan memotivasi karyawanya untuk
menggunakan sistem dan meningkatkan kualitas pemanfaatan sistem tersebut.
· Diantara tahapan diatas terdapat dua tahapan antara, yaitu :
· Business Process Rengineering (BPR)
· Konversi Data.
· Pendekatan dalam pengembangan dan implementasi ERP adalah bigbang
(langsung
dan menyeluruh) dan incremental (bertahap dalam beberapa sub proyek).

Metode Pengembangan Sistem ERP
Membangun Sendiri (Inhouse)
· Paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
· Lebih sulit, mahal, dan lebih lama.
Membangun sendiri dengan tambahan dari vendor.
· Menggabungkan manfaat komersil dengan kebutuhan perusahaan.
· Lebih sulit, mahal, dan lebih lama.
Bestofbread
(kombinasi dari berbagai tawaran vendor)
· Secara teoritis akan menghasilkan sistem terbaik
· Sulit menggabungkan antar modul, lama, tidak efisien
Modifikasi Sistem dari vendor
· Menjaga fleksibilitas dan memanfaatkan pengalaman vendor.
· Lebih Lama dan lebih murah
Faktor Penentu Keberhasilan Sistem ERP
· Pemahaman yang jelas atas sasaran strategis
· Komitmen dari seluruh jajaran manajemen
· Manajemen proyek implementasi yang baik
· Tim implementasi yang baik
· Dapat mengatasi isuisu
teknik
· Rekayasa ulang proses bisnis
· Komitmen organisasi untuk berubah
· Pendidikan dan pelatihan yang intensif
· Data yang akurat
· Sosialisasi dan komunikasi yang intensif
· Pengukuran kinerja yang jelas fokusnya
· Dapat mengatasi isu multisite

Pendekatan Umum Implementasi ERP
· Penggunaan satu paket software yang utuh (Vendor tunggal)
· Kombinasi dari beberapa paket software (berbagai vendor, best of breed)
· Kostumissi atau membuat sendiri paket software ERP

Tahapan Implementsi ERP
· Membangun organisasi proyek
· Menentukan pendekatan implementasi
· Membangun rencana implementasi
· Menentukan kriteria keberhasilan dan metode pengukurannya

Ada 4 pekerjaan CEO yang membedakannya dengan posisi lain di organisasi.
Pertama, merumuskan pihak pihak luar yang benar benar berarti bagi organisasi alias ‘the
meaningful outside’.
Kedua, memutuskan mana bidang yang akan digeluti dan mana yang tidak. Tidak semudah
yang dibayangkan, banyak CEO yang tidak mampu fokus dan serakah menginginkan terlalu
banyak bidang.
Ketiga, kemampuan menyeimbangkan kepentingan saat ini dan masa depan. Dengan cara
menetapkan target pertumbuhan yang realistis namun mantab.
Keempat, mempertajam nilai nilai dan standar standar perusahaan. Nilai nilai perusahaan
merupakan cerminan identitas kolektif perusahaan. Jika ingin sukses, maka nilai nilai
perusahaannya haruslah terhubungkan dengan ‘meaningful outside’ serta relevan untuk
saat ini dan masa mendatang. Sementara standar perusahaan merupakan harapan yang
ditetapkan organisasi. Dalam sejarahnya, P&G merumuskan ‘trust’ (kepercayaan) sebagai
nilai perusahaan.

Di dalam buku “Information Systems Management in Practice”, Ralph Sprague beserta
rekannya Barbara McNurlin menjabarkan bahwa setidaknya ada lima fungsi utama CIO di
sebuah perusahaan (Sprague et.al., 1993), yaitu:
· Memahami Bisnis; tugas pertama dan utama yang merupakan tanggung jawab eksekutif
lain dalam jajaran direksi adalah mempelajari dan memahami secara menyeluruh dan
mendetail bisnis yang digeluti perusahaan.
· Membangun Citra Divisi; tugas kedua yang menjadi tanggung jawab seorang CIO adalah
membangun kredibitilitas direktorat sistem informasi yang dipimpinnya. Hal ini sangat
penting mengingat banyak sekali karyawan yang menilai bahwa penggunaan sistem
informasi secara strategis merupakan ciri perusahaan di masa mendatang, bukan saat ini
· Meningkatkan Mutu Penggunaan Teknologi; melihat bahwa keberadaan teknologi informasi
ditujukan untuk meningkatkan kualitas kinerja SDM (employees empowerment), seorang

CIO memiliki tugas untuk memasyarakatkan teknologi informasi agar dipergunakan secara
aktif untuk para karyawan perusahaan.Selain pemberian programprogram
pelatihan
(training) yang bersifat edukatif, diperlukan suatu strategi untuk membuat karyawan tertarik
belajar lebih jauh dan memanfaatkan teknologi informasi yang ada.
· Mencanangkan Visi Teknologi Informasi; tugas selanjutnya bagi seorang CIO adalah untuk
menentukan visi perusahaan melalui pemanfaatan sistem informasi di masa
mendatang.Seorang eksekutif senior yang baik, adalah yang selalu bersifat proaktif.
· Pengembangan Sistem Informasi; misi terakhir dari seorang CIO tentu saja membuat
semua hal yang ada di atas menjadi nyata, yaitu merencanakan dan mengembangkan
arsitektur sistem informasi perusahaan, yang terdiri dari komponenkomponen
seperti
software, hardware, brainware, proses dan prosedur, infrastruktur, standard, dan lain
sebagainya. Secara berkesinambungan, seorang CIO harus dapat meutilisasikan
sistem
informasi yang dimiliki perusahaan saat ini secara optimum, sejalan dengan rencana
pengembangannya di masa mendatang.

Ada beberapa key success factor dalam implementasi ERP yaitu :
1. Pemilihan ERP yang tepat
Perusahaan yang akan menggunakan ERP harus memperhatikan beberapa factor
seperti kompleksitas business process, SDM yang ada (end user dan IT), prosedur dan
bisnis proses perusahaan
2. Komitmen dari semua bagian organisasi terutama CEO
Proses implementasi ERP harus didukung dari manajemen atas karena melibatkan
perubahan besar dalam perusahaan ( Prosedur, cara kerja, cara berpikir ). Peran CEO
dibutuhkan terutama untuk meminimalkan resistensi dari end user. Tanpa komitmen dari
CEO maka implementasi akan gagal.
3. Kesesuaian antara sistem dengan strategi perusahaan
Hal ini terutama untuk mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi baik dalam level
makro maupun mikro
4. Competency dari implementer
5. Change Management yang komprehensif dan tepat

Keuntungan dan Kekurangan ERP
Teknologi yang digunakan oleh ERP pada saat ini tergolong dalam teknologi moderen, sistem
ERP tetap memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut kelebihan dan kekurangan dari ERP:
Kelebihanya yang didapat dengan menarapkan ERP pada perusahaan antara lain:
1. Integrasi data keuangan
Oleh karena semua data disimpan secara terpusat, maka para eksekutif perusahaan
memperoleh data yang uptodate
dan dapat mengatur keuangan perusahaan dengan
lebih baik.
2. Standarisasi Proses Operasi
ERP menerapkan sistem yang standar, dimana semua divisi akan menggunakan sistem
dengan cara yang sama. Dengan demikian, operasional perusahaan akan berjalan
dengan lebih efisien dan efektif.
3. Standarisasi Data dan Informasi
Database terpusat yang diterapkan pada ERP, membentuk data yang standar, sehingga
informasi dapat diperoleh dengan mudah dan fleksibel untuk semua divisi yang ada
dalam perusahaan.
Kerugian yang mungkin terjadi ketika salah menerapkan ERP antara lain adalah:
· Strategi operasi tidak sejalan dengan business process design dan pengembangannya
· Waktu dan biaya implementasi yang melebihi anggaran
· Karyawan tidak siap untuk menerima dan beroperasi dengan sistem yang baru
· Persiapan implementation tidak dilakukan dengan baik
· Berkurangnya fleksibilitas sistem setelah menerapkan ERP

Beberapa isu penting yang kadang terlewat dipikirkan para CEO tertulis dalam artikel berikut.
1. Solution vs Enabler. Software SCM, ERP, CRM bukanlah software biasa. Bila di masa lalu
software adalah solusi. Di masa kini, peran tersebut harus dibedakan dengan enabler.
Sebagai solusi, artinya software dibuat hanya untuk menjawab kebutuhan aplikasi
otomatisasi perusahaan. Misalnya: dulu COBOL atau RPG dipakai untuk payroll.
Sedangkan enabler membutuhkan komponenkomponen
lain yang harus mendukung TI
untuk mencapai sukses. Komponen terpenting di sini adalah proses bisnis yang baik dan
terdefinisi rapi serta komitmen semua lini terkait. Banyak CEO kurang paham mengenai hal
ini dan menganggap bahwa nilai investasi yang besar untuk membeli softwaresoftware
tersebut telah merupakan jaminan sukses software tersebut diiimplementasikan. CEO dan
fungsional organisasi ratarata
kurang peduli dan menganggap cukup bagian TI sajalah
yang harus sepenuhnya bertanggung jawab atas projek ini.
ERP bukanlah software biasa. Di dalamnya telah terdapat banyak proses bisnis builtin.
Untuk meningkatkan proses bisnis supaya menjadi lebih baik, dibutuhkan koordinasi antara
staf TI dan bagianbagian
terkait. Di sinilah dibutuhkan bantuan penuh peran manajemen
masingmasing
unit bisnis diperlukan untuk dapat mengevaluasi serta merancang ulang.
SCM adalah business discipline – bukan software, sasarannya adalah untuk meningkatkan
kualitas bahan baku/mentah dalam menciptakan produk perusahaan sembari
meminimalkan biaya penangannya. SCM membutuhkan proses manufaktur dan distribusi
yang kompleks, serta jaringan terhadap suplier kita, supliernya suplier, serta perusahaan
pengiriman dan distribusi.
CRM merupakan suatu core business strategy untuk memanage
relasi dengan pelanggan
sebagai aset berharga perusahaan. CRM melibatkan personalized marketing and service,
mass customization, dan staf yang “cerdas” untuk mengoperasikan sistem supaya dapat
tetap memelihara hubungan baik antara pelanggan dan perusahaan.
Kesalahan persepsi ini menyebabkan banyak hal, fungsional organisasi membantu secara
nonkomital, bagian TI yang kurang tahu proses bisnis menjadi bingung dan projek
terlambat, perusahaan dan departemen TI sangat fokus mendewakan investasi TInya
yang
mahal dan menganggap semuanya akan beres, serta requirement definition yang tidak
tuntas sehingga proses bisnis tidak teranalisis rapi. Ujungujungnya
membuat implementasi
yang tidak optimal maupun gagal.
2. Digital Divide di Top Management. CEO harus memberikan komitmen untuk menganggap TI
sebagai aset strategis karena peran TI tidak sama seperti masa sebelumnya yang
cenderung memanfaatkan TI hanya sebagai fasilitas pelaporan dan penyimpan data saja.
Komitmen ini harus dibuktikan dengan mencari seorang CIO yang kualifaid dan CEO harus
lebih sering berkomunikasi dengan CIO mengenai strategi TInya.
Jarak antara CIO dan
CEOpun
sebaiknya maksimal dua dan CIO merupakan “top liutenant” serta termasuk
dalam “board of directors” dalam perusahaan tersebut. Kerjasama CEOCIO
yang ideal
sangatlah penting. Hal ini mengingat TI telah dipandang sebagai fungsi strategis
perusahaan yang dapat menaikkan competitive advantage seluruh fungsi lain, maupun core
bisnis perusahaan itu sendiri. Solusi bisnis dengan menggunakan TI harus dipandang suatu
solusi yang terintegrasi. TI tidak boleh dianggap hanya suatu tambahan yang opsional. CIO
harus mampu menjelaskan implikasiimplikasi
dan risiko bisnis terjelek yang mungkin
muncul dari investasi TI yang sangat besar. Perlu pula dipahami oleh seorang CEO bahwa
TI berkembang sangat cepat, sesuai Hukum Gordon Moore founder
Intel –bahwa
kecepatan prosesor minimal berlipat dua setiap 18 bulan. Resiko ini menyebabkan investasi
komputer akan membuahkan mikroprosesor baru yang selalu muncul cheaper,
better,
faster – setiap saat dan membuat investasi komputer menjadi obsolete dan hanya berusia 2
tahun dalam depresiasi keuangan perusahaan.
3. OneSizeFitsAll
is Impossible. CEO juga harus belajar mengerti bahwa setiap software
yang dibeli (investasi TI) –berapapun
harganya –tidak
akan secara serta merta dapat
menyelesaikan dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan serta proses bisnisnya. Dengan
adanya fenomena ini maka software tersebut harus dicustomize sesuai kebutuhan,
disempurnakan, digabungkan dengan software lain, bahkan kadang harus membeli
software lain supaya dapat saling berinteraksi dan bermanfaat, sehingga investasi menjadi
bertambah mahal sedangkan fungsinya belum tentu 100% sesuai yang diinginkan.
Teknologi terbaru tidak selalu cocok dipakai dan bermanfaat tinggi. BCA misalnya, hingga
saat ini masih cukup memakai sistem operasi DOS dan tidak perlu memakai aplikasi bersifat
grafis (GUI) yang justru akan merepotkan dan mubazir.
4. Hindari Shelfware.
CEO juga harus mengetahui bahwa nature dari industri TI adalah
software yang “egois”, dikembangkan tidak berdasarkan kebutuhan bisnis seutuhnya. Justru
sebaliknya, bisnislah yang justru harus menyesuaikan dengan TI. Bahkan software kadang
telah terlanjur dibeli tetapi akhirnya tidak digunakan dan menjadi “shelfware”,
karena hanya
disimpan di “shelf” dan tidak digunakan lagi. Saat ini Microsoft sedang mengembangkan
solusi untuk UKM yang lebih “manusiawi”. Dengan solusi ini maka perusahaan akan lebih
mudah beradaptasi dengan software yang dibelinya karena software yang dijual bersifat
generik, tetapi sangat mudah menyesuaikan diri dengan kebutuhan proses bisnis
perusahaan.
5. “Different Impact for Different Companies”. CEO harus pula mengerti bahwa dampak yang
diberikan investasi TI, tidak akan sama manfaat dan hasilnya bagi tiap perusahaan. Content
management software untuk portal yang telah berhasil dan banyak dipakai di perusahaan
lain, belum tentu cocok dan berkinerja bagus bila dipaksakan untuk diterapkan bagi portal
kita. Software SCM, ERP ataupun CRM yang dipakai perusahaan Fortune 500 tidak akan
bisa diterapkan langsung di perusahaan kita.
Akibat dari pembelian software yang dipaksakan, maka perusahaan kadang sibuk untuk
memadukan (mengintegrasikan) komponenkomponen
softwarenya supaya dapat saling
berinteraksi. Usaha ini dipandang tidak masuk akal oleh sementara pakar TI. Belajar dari
falsafah kran air panas misalnya, integrasi dilakukan di “last mile” ke pemakai air, bukan di
bak penampung air ataupun lokasi lainnya.
6. The CIO Factor. Pemilihan CIO yang baik harus mempertimbangkan sisi kemampuan yang
mumpuni. Tidak hanya mengerti skill teknis TI saja, tetapi harus menguasai manajemen TI
dan manajemen bisnis secara umum yang mencakup banyak segi seperti masalah BPR
(business process reengineering), sourcing, value creation dengan strategi TI, perhitungan
finansial, unique content and product development, human resource manager yang baik
supaya staf TInya
kerasan, sampai kepada integrated marketing communication melalui
multichannel media. Tak banyak CIO dengan spesialisasi ganda: manajemen umum dan
manajemen TI. CIO berperan sebagai liaison sekaligus change agent, change driver
maupun change surpriser dalam perusahaan melalui inovasiinovasi
produk dalam
kaitannya untuk peraihan keunggulan kompetitif. Yang sering dilupakan CEO adalah:
mereka mencari CIO sebagai “senior technical manager”, padahal CIO yang baik adalah
justru seorang “senior business manager”.
7. Unchanged Corporate Culture. Perubahan TI harus diikuti dengan perubahan cara pikir dan
cara kerja perusahaan. CEO harus memperhatikan manajemen perubahan. Perubahan dengan
menerapkan otomatisasi CRM misalnya, bukan lalu berarti memperingan pekerjaan para
customer relation officer, justru para staf tersebut harus semakin aware dengan menggunakan
tools yang baru, misalnya membalas email
pelanggan secepatnya. Yang sering terjadi adalah
cara kerja masih bergaya lama, tetapi yang menjadi pembeda hanyalah penggunaan TI saja.
Seringkali yang terjadi adalah CEO lupa memantau pelaksanaan keseluruhan perubahan.
Jangan dilupakan bahwa moments of truth pelanggan bukanlah sehebat apapun teknologi yang
diterapkan, tetapi justru faktorfaktor
“non TI” seperti kecepatan respon, efektivitas informasi,
keramahan, yang masih menjadi concern utama pelanggan. Di sini peran change management
sangatlah penting, misalnya untuk kasus di atas adalah struktur organisasi yang harus pula
berubah manjadi “flat” untuk mengurangi birokrasi ataupun empowerment untuk customer
relation officer. Kalau email
yang diterima harus melewati beberapa level staf dan supervisor
sehingga makan banyak waktu, lalu apa gunanya menggunakan teknologi email
yang sifatnya
onetoone
dan direct?
Contoh lain adalah etailers
besar yang tutup beberapa bulan lalu. Setiap kali ada pemesanan
barangbarang
kecil yang variannya banyak semacam mi instan, seringkali antara yang dipesan
dan dikirim ada perbedaan. Ketelitian adalah salah satu budaya kerja yang harus diperhatikan,
urgensinya tidak akan pernah berkurang dan tidak dapat dimaklumi walaupun sudah
menggunakan “e”. Jangan lupa bahwa “ebisnis”
pada dasarnya adalah tetap “bisnis” belaka,
“e” hanya dipakai untuk menghantarkan informasi.
8. Scorecard and Measurement. Seperti bisnis konvensional lainnya, seorang CEO harus
mampu memuaskan seluruh stakeholders dan shareholders perusahaan. Bagaimana caranya?
Belajar dari Amazon yang sukses, Jeff Bezos beberapa waktu lalu saat diwawancarai CNBC
mengungkapkan bahwa Amazon sangat customeroriented
dalam bisnis modelnya maupun
fiturfitur
yang dibuatnya. Dalam mendefinisikan bisnis model, indeks kinerja harus diatur secara
transparan, misalnya dengan menerapkan IT Balanced Scorecard. Salah satu hal penting yang
harus dijawab CEO saat memulai bisnis TI adalah: Apakah TI akan menaikkan profit
perusahaan? Berapa kali lebih banyak dan bagaimana caranya?

best practice adalah suatu proses yang mana dikenal sebagai yang terbaik di bidangnya baik dari sisi fungsi atau dalam industry terkait.

Benchmarking didefinisikan sebagai proses yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerjanya relatif terhadap kinerja perusahaan terbaik dalam industrinya, menentukan bagaimana mereka mencapai kinerja tersebut, dan menggunakan informasi ini untuk meningkatkan kinerjanya.


Adapun keuntungan pendekatan secara big bang meliputi :
a. No need for temporary interfaces
Secara umum pendekatan implementasi ini menggantikan system lama secara langsung
karena proses pergantian system lama ini dilakukan bersamaan maka tidak dibutuhkan
interface yang bersifat sementara.
b. Limited need to maintain and revise legacy software
Karena pendekatan ini secara langsung mengganti system lama, maka hanya sedikit waktu
yang dibutuhkan untuk menjaga system lama, ataupun mengubah system lama.
Keuntungan lain yang diperoleh adalah sumber daya yang ada difokuskan untuk menguji
system baru.
c. Lower risks
Pendekatan implementasi ini lebih melibatkan semua team proyek untuk berpartisipasi
secara langsung dan bersamaan. Tingkat resiko untuk kehilangan tenaga terlatih sebelum
penyelesaian proyek ERP dilakukan lebih rendah dengan pendekatan big bang ini.
Partisipasi dari semua anggota team harus tetap terlibat sampai di akhir proyek.
d. Functionality linkage
Fungsifungsi
yang ada didalam ERP dan yang dibutuhkan untuk diimplementasi dapat
dilengkapi dengan lebih cepat, sehingga para pemakai system ERP membutuhkan waktu
yang lebih sedikit didalam memahami dan melihat fungsi integrasi antar modul.
e. No going back
Pendekatan ini tidak memberikan kemungkinan untuk kembali ke system lama, konsekuensi
yang terjadi perusahaan harus menggunakan system ERP yang baru walaupun kondisi dari
hasil implementasi tidak memuaskan para pemakai. Hal ini juga memberikan suatu
dukungan dan komitmen untuk menggunakan system ERP baru.
f. Shorter implementation time
Salah satu alasan utama dari kegagalan proyek ERP adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek terlalu lama.

Selain dari sisi keuntungan dari pendekatan big bang, terdapat pula sisi kelemaban dari
pendekatan ini. Beberapa kelemahan itu meliputi :
a. Jumlah sumber daya dari tenaga kerja yang dibutuhkan besar.
b. Sedikit sumber daya yang tersisa untuk modul tertentu
c. Resiko dari kegagalan total system ERP lebih tinggi
d. Tidak dapat secara langsung kembali ke system lama
e. Tim teknis dari TI memiliki kesempatan yang lebih sedikit didalam mendapatkan alih
teknologi dari para konsultan ERP
f. Pimpinan proyek tidak dapat menunjukkan hasil kinerja dari system ERP sampai semua
modul terimplementasi
g. Waktu antara proses pengembangan dan implementasi menjadi lebih lama

Berikut ini adalah keuntungan dari pendekatan per fase (phased) :
a. Peak resource requirements are less than with big bang
Pendekatan ini membutuhkan sumber daya yang berfokus pada modul tertentu secara
intensif. Hal ini memberikan keuntungan pada organisasi yang mempunyai sumber daya
yang terbatas.
b. More resources can be devoted to a particular module
Pendekatan ini secara intensif dan terfokus di setiap tahapan implementasi, yang dimulai
dair tahap perancangan, pengembangan dan pengujian modul ERP.
c. Lower risks
Pendekatan ini memiliki tingkat resiko lebih rendah, hal ini dikarenakan proses kesalahan
ataupun kegagalan dari modul didalam system ERP baru dievaluasi satu per satu.
d. Legacy system fallback
Pendekatan ini memungkinkan untuk kembali ke system lama, apabila pada saat instalasi
system ERP baru terjadi kegagalan. Pendekatan per fase ini lebih bersifat konservatif dan
memberikan alternative, sedangkan implementasi secara big bang tidak memberikan
alternative sama sekali.
e. Personnel gain knowledge in each phase
Pendekatan implementasi ini memungkinkan proses alih teknologi dari para konsultan ERP
ke tim internal lebih intensif, berkualitas dan terencana dengan baik.
f. Project managers can demonstrate a working system
Pendekatan ini memungkinkan pimpinan proyek untuk menunjukkan keberhasilan
implementasi modul per modul didalam system ERP kepada pihak manajemen. Hal ini
memberikan peluang untuk melakukan implementasi atas modul yang termudah dahulu.
g. Time between development and use is reduced
Pedekatan ini memberikan percepatan waktu antara proses pengembangan dan
implementasi, sehingga waktu yang dibutuhkan dan resiko dari kegagalan proyek
implementasi per modul dari ERP menjadi lebih kecil.

Selain sisi kelebihan ini, terdapat kekurangan dari implementasi per fase yaitu :
a. Interface yag bersifat sementara digunakan dalam jumlah besar
b. Revisi dan pemeliharaan system lama masih dibutuhkan
c. Tingkat resiko yang tinggi dari anggota team yang tidak terlibat dan tidak terkoordinasi
d. Tingkat resiko yang tinggi dari anggota team yang keluar atau berganti
e. Operasional dari system lama memberikan peluang untuk menghambat system ERP baru
berjalan
f. Waktu lebih lama dibutuhkan untuk menjalankan semua modul didalam system ERP
g. Total biaya keseluruhan dari implementasi lebih tinggi

No comments:

Post a Comment

Tulislah komentar yang bermartabat tanpa ada kata-kata kasar atau berbau sara